Label

Sabtu, 05 Februari 2011

WANITA BERKARIER DALAM PANDANGAN ISLAM

MUSLIMAH, DUNIA KAMPUS & DUNIA KERJA

Gelaran hajat tahunan ‘penyembutan mahasiswa baru’ sudah berlalu. Ribuan mantan siswa SMA mengerumuni kampus-kampus yang jadi dambaannya selama ini. Masing2 menempati jurusan yang telah disediakan kursinya oleh pihak perguruan tinggi.. Menarik untuk digali lebih jauh, kira-kira apa motivasi mereka kuliah? Karena di zaman sekarang, tidak jarang lulusan SMA yang memilih kuliah hanya untuk sekedar mendapatkan ijazah biar gampang cari kerja, dan ini juga sepertinya berlaku buat para wanita atau muslimahnya.

Dewi, seorang pelajar yang baru lulus sebuah SMU Negeri, menuturkan bahwa melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi itu hukumnya wajib. Alasannya, untuk meraih masa depan lebih baik dan meraih cita-cita. “Biar dapet gelar sarjana sehingga gampang nyari kerjaan”, demikianlah tuturnya. Menurutnya, bekal pendidikan itu sangat penting. Apalagi di era yang katanya globalisasi ini. “Biar kita cewek, sekolah musti setinggi-tingginya,” Eum… satu orang nih terbukti… gimana yang lain?

Ketika berbicara tentang dunia kerja bagi wanita, pada faktanya, pilihan tersebut menuntut mereka untuk mengambil konsekuensi yang cukup berat .Tak sedikit perusahaan yang mensyaratkan untuk berpenampilan menarik (mengumbar aurat), yang akhirnya banyak para muslimah yang menggadaikan akidahnya demi uang dengan melepaskan kerudung & jilbabnya. Tak sedikit juga dari realitas para muslimah yang bekerja, mereka menelantarkan keluarganya. Karena sibuk bekerja, seorang ibu tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya. Mereka menyerahkan pengurusan tersebut kepada pembantu yang akhirnya banyak anak-anak yang kurang kasih sayang sehingga mencari pelampiasan diluar. Akibatnya, terjadilah kondisi generasi muda saat ini sangat mengkhawatirkan. Banyak yang terjerat kasus narkoba, pergaulan bebas dan tidak sedikit juga yang hamil diluar nikah, akhirnya aborsi dimana-mana. Begitupun dengan suami, karena istri sibuk bekerja akhirnya suami minta dilayani pembantu atau mencari pemuasan diluar rumah.

Pada dasarnya alasan mengapa banyak wanita ingin bekerja (baik alasan karir ataupun alasan kekurangan ekonomi) adalah karena sistem saat ini yang materialistik. Yang menjadikan sudut pandang kita hanya sekedar berpikir dan mencari kepuasan materi. Bahkan kesuksesan dan kebahagian pun hanya dipandang dari kekayaan atau banyaknya uang. Di zaman yang serba meterialistik saat ini, uanglah segalanya, terlepas bagaimanapun cara mendapatkannya.

Dari sinilah seharusnya seorang muslim menetapkan indikator-indikator kesuksesannya, sebab dia bukan sekedar beridentitas mahasiswa ataupun pekerja, yang dituntut untuk berprestasi tinggi akademiknya & profesioanalis dalam mengerjakan tugasnya, tetapi juga seorang muslim. Identitas keislaman ini tentu tak boleh dia tanggalkan dalam segala kiprahnya di dunia, termasuk kiprahnya dalam menuntut ilmu di perguruan tinggi ataupun pada saat dia lulus dari perguruan tinggi.

Sangat disayangkan, ketika banyak alumni kampus alias mantan mahasiswa kehilangan idealismenya lantaran tuntutan mencari pekerjaaan selepas tamat kuliah. Ketika dikampus ia bisa saja dikenal sebagai tokoh mahasiswa, namun saat masuk dunia kerja/masyarakat bisa jadi ia malah memilih hidup untuk terlepas dari tanggung jawab keislamannya. Seperti berdakwah. Hal ini bisa jadi disebabkan karena buruknya pemahaman Islam ideologisnya. Atau parahnya lagi, semangat dakwah kampus yang pernah ia serukan hanya terjadi karena pengaruh system dakwah di kampusnya yang sudah berjalan bagus. Bukan karena bergerak dari nol. Inilah yang barangkali perlu dibenahi.

FENOMENA WANITA BEKERJA

Fenomena perempuan bekerja saat ini bukan lagi menjadi pemandangan luar biasa. Tidak bisa dipungkiri bahwa tuntutan hidup yang semakin menjadi-jadi saat ini membuat orang termasuk perempuan harus ikut memeras tenaga dan putar otak untuk bisa menyambung hidup. Minimnya lapangan kerja di Indonesia dan rendahnya kualitas pendidikan masyarakat yang mengakibatkan meningkatnya jumlah orang-orang yang menganggur tidak memperoleh kesempatan bekerja.

Jika kita melihat data statistik yang ada, jumlah pengangguran terbuka tahun 2004 saja mencapai 10,53 juta orang atau 9,86% dari angkatan kerja keseluruhan yang berjumlah 104,02 juta orang. Sedangkan jumlah penganggur setengah terbuka -mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per bulan- menurut versi LIPI 28,93 juta orang atau 27,5% dari total angkatan kerja. Bila keduanya digabung, maka setidaknya jumlah penganggur di Indonesia mencapai 39,46 juta orang atau 37,36%. Jumlah ini sangat besar. Itu artinya, satu dari tiga orang angkatan kerja di Indonesia menganggur.

Kemudian, bila diasumsikan jumlah rumah tangga di Indonesia mencapai 45 juta (setiap rumah tangga terdiri dari 5 jiwa dan jumlah penduduk lndonesia 220 juta jiwa), maka ada sekitar 5,5 juta keluarga yang sepenuhnya menganggur. Jumlah itu sampai saat ini tidaklah menurun bahkan meningkat .(www.portalhr.com). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memproyeksikan angka pengangguran pada 2009 naik menjadi 9% dari angka pengangguran 2008 sebesar 8,5% (www.koranindonesia.com).

Akhirnya, karena beratnya tantangan & tuntutan utk survive dalam kehidupan yang serba materialistis saat ini, para perempuan kerap dihadapkan kepada pilihan yang sulit., terlebih para ibu. Mereka sadar bahwa ada konsekuensi besar yang mau tidak mau mereka tanggung demi membantu suami atau keluarga mengepulkan asap dapur. Tugas utama yaitu menjadi ibu dan istri terpaksa tidak bisa dipenuhi sepenuhnya. Munculnya perasaan bersalah kadang tidak terelakkan, walaupun suami dengan segala kerelaan hati telah mengijinkan.

Anak-anak ditinggalkan ketika mereka masih tidur. Hanya kecupan yang bisa diberikan sebelum diri meninggalkan rumah. Sang Ibu pulang, buah hati pun telah terlelap nyenyak. Kembali hanya kecupan dan tatapan kangen yang bisa diberikan. Ritual makan bersama di meja makan, memasak, dan menjadi orang yang pertama dan utama menjadi tempat curhat bagi orang-orang tercinta harus direlakan hilang setengahnya. Sabtu dan Minggu saat off kerja dihabiskan sepenuhnya hanya untuk keluarga, namun rasanya itu tetap tidak cukup mengganti waktu di hari-hari sebelumnya.

Mengapa Wanita Bekerja?

Apakah yang sebenarnya melandasi tindakan para wanita dan paraibu untuk bekerja di luar rumah? Motif-motif apa saja yang mendasari kebutuhan mereka untuk bekerja, hingga mereka mau menghadapi berbagai resiko atau konsekuensi yang mungkin dihadapi? Berikut ini adalah beberapa alasannya yang penulis kutip dari Journal of Marriage and the Family :

1.Kebutuhan finansial

Seringkali kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak membuat suami dan istri harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kondisi tersebut membuat sang istri tidak punya pilihan lain kecuali ikut mencari pekerjaan di luar rumah.

2.Kebutuhan sosial-relasional

Ada pula ibu-ibu yang tetap memilih untuk bekerja karena mempunyai kebutuhan sosial-relasional yang tinggi dan ternyata tempat kerja mereka sangat mencukupi kebutuhan tersebut. Dalam diri mereka tersimpan suatu kebutuhan akan penerimaan sosial dan adanya identitas sosial yang diperoleh melalui komunitas kerja. Bergaul dengan rekan-rekan di kantor adalah hal yang lebih menyenangkan dari pada hanya tinggal di rumah. Faktor psikologis dan keadaan internal dalam keluarga juga mempengaruhi seseorang untuk tetap mempertahankan pekerjaannya.

3. Kebutuhan aktualisasi diri

Setiap manusia pasti mempunyai kebutuhan akan aktualisasi diri dan menemukan makna hidupnya melalui aktivitas yang dijalaninya. Bekerja adalah salah satu sarana yang dapat digunakan oleh manusia dalam menemukan makna hidupnya. Dengan berkarya, mengekspresikan diri, mengembangkan diri dan orang lain, membagikan ilmu dan pengalaman, menemukan sesuatu, menghasilkan sesuatu, serta mendapatkan penghargaan atau prestasi adalah bagian dari proses pencapaian kepuasan diri. Kebutuhan akan aktualisasi diri melalui karir merupakan salah satu pilihan yang banyak diambil oleh para wanita jaman sekarang, terutama dengan makin terbukanya kesempatan untuk meraih jenjang karir yang lebih tinggi. Bagi wanita yang sejak sebelum menikah memang sudah bekerja karena dilandasi oleh kebutuhan aktualisasi diri yang tinggi, maka ia akan cenderung kembali bekerja setelah menikah dan mempunyai anak. Mereka merasa bekerja adalah hal yang sangat bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, membangun kebanggaan diri, dan juga mendapatkan kemandirian secara finansial.

Kecenderungan wanita selama beberapa tahun terakhir ini, ditandai dengan semakin meningkatnya angka partisipasi angkatan kerja wanita, yang didominasi oleh mereka yang berusia relatif muda. Kenaikan tingkat partisipasi angkatan kerja wanita sebagian disebabkan oleh bertambahnya kemiskinan dan merebaknya pengangguran. Selama dua dekade terakhir ini diperkirakan jumlah tenaga kerja wanita terserap di sektor industri sebagai buruh mengalami kenaikan sekitar 4,3% setiap tahunnya. Menurut Pudjiwati Sayogjo (1989), peningkatan itu terjadi paling-tidak karena dua faktor:

Pertama, karena sektor industri, seperti industri rokok, tekstil, konfeksi dan industri makanan serta minuman untuk sebagian menuntut ketelitian, ketekunan dan sifat-sifat lain yang umumnya merupakan ciri kaum wanita. Kedua, karena tenaga kerja wanita dipandang lebih penurut dan murah sehingga secara ekonomis lebih menguntungkan bagi pengusaha. Seperti sudah dikaji banyak ahli, di lingkungan keluarga semakin mereka dihimpit kemiskinan, semakin berat tekanan yang mengharuskan mereka mencari pekerjaan produktif sekalipun dengan imbalan yang sangat rendah.

Atmosfer kehidupan yang serba materialis, menyebabkan banyak wanita yang turut berkompetisi mengejar karir dan kemapanan ekonomi. Tidak salah memang orang berusaha untuk meraih kehidupan yang lebih baik, bahkan harus! Namun, bila konsekuensinya mengorbankan rumah tangga, menelantarkan pengasuhan dan pendampingan anak-anak, bahkan dijadikan alasan untuk meninggalkan kewajiban dakwahnya, jelas akan berbahaya!

ISLAM MEMANDANG WANITA BEKERJA

Sesungguhnya, Islam telah memandang manusia sebagai obyek yang dikenai hukum (taklif), tanpa memperhatikan lagi statusnya sebagai laki-laki dan wanita. Keduanya memiliki kedudukan yang sama di depan taklif syari’at. Dengan kata lain, keduanya sama-sama mukallaf yang wajib menjalankan perintah dari Allah SWT tanpa pengecualian. Jika mereka meninggalkan atau menelantarkan taklif dari Allah, mereka akan dikenai sanksi kelak di akherat.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya kaum Muslim dan Muslimat, kaum Mukmin dan Mukminat, pria dan wanita yang senantiasa berlaku taat, pria dan wanita yang selalu berlaku benar, pria dan wanita yang biasa berlaku sabar, pria dan wanita yang senantiasa takut (kepada Allah), pria dan wanita yang gemar bersedekah, pria dan wanita yang suka berpuasa, pria dan wanita yang selalu memelihara kemaluan (kehormatan)-nya, serta pria dan wanita yang banyak menyebut asma Allah, telah Allah sediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. al-Ahzâb [33]: 35).

Ayat ini merupakan bukti yang nyata, bahwa kedudukan wanita dan pria di hadapan taklif hukum adalah sama. Allah telah memerintahkan kaum laki-laki untuk mengerjakan sholat, puasa, zakat, dan sebagainya, seperti halnya kaum wanita. Kaum laki-laki diperintahkan untuk melakukan amar ma’ruf nahi ‘anil mungkar, sebagaimana perempuan.

Bagaimana dengan hukum bekerja bagi laki2 dan wanita??

Setiap laki-laki yang telah baligh memiliki kewajiban untuk menafkahi diri mereka sendiri dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Allah SWT berfirman:

“Dan kewajiban ayah adalah memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf” (QS. al Baqarah [2]): 233)

Rasulullah saw. bersabda kepada kaum muslimin, “Bersedekahlah!” Lalu seorang pria berkata, “Aku memiliki satu dinar” . Nabi saw. menjawab, “Bersedekalah dengannya untuk (kebutuhan pokok) dirimu!”

Lalu ia berkata lagi, “Aku memiliki satu dinar lagi”. Rasulullah kembali berkata, “Bersedekahlah dengannya untuk Isterimu.”. Pria itu berkata lagi, “Aku masih punya satu dinar lagi”, kembali Rasulullah saw berkata, “Bersedekalah untuk anakmu.” (HR. Ahmad)

Yang dimaksud bersedekah disini adalah memenuhi kewajiban untuk menafkahi siapa saja yang menjadi tanggungan seorang laki-laki. Dari sini Islam telah menetapkan kewajiban mencari nafkah ada di pundak laki2.

Laki-laki dan perempuan diciptakan tidaklah sama. Peran mereka dalam kehidupan pun tidak lah sama. Seharusnya mereka tidak saling bersaing, tapi saling melengkapi dan bekerja sama. Lantas jika laki2 wajib mncari nafkah, bagaimana dengan wanita? Dalam Islam, hukum bekerja bagi wanita adalah mubah, bukan sunnah atau wajib. Dan tidak akan berubah hukumnya selama masih ada laki-laki di dunia ini. Namun dalam kemubahannya itu ia akan berubah jika sudah ada akad dengan orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. kewajibannya adalah karena akadnya itu sendiri.

Sebagai seorang muslim kita memang harus punya cita-cita yang tinggi. Tapi walaupun demikian, jangan sampai cita-cita yang tinggi itu melupakan kodrat kita sebagai seorang muslimah. Islam membolehkan wanita juga bekerja. Artinya, mubah (boleh) wanita mencari sumber penghasilan di berbagai bidang, kecuali bidang tertentu seperti pemimipin negara atau profesi yang menanggalkan kodrat kewanitaan kita. Misalnya: jadi model, peragawati, pemain sinetron, pemandu sorak, dan lain-lain. Dan meski hukumnya mubah, namun sebagai seorang muslimah kita harus tetap memperhatikan rambu-rambunya. Beberapa rambu itu diantaranya:

a. harus mendapat izin wali atau suami,

b. tetap melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslimah dengan berjilbab dan berkerudung,

c. harus menghindari ber-khalwat (dua-duan dengan laki-laki yang bukan mahram),

d. juga harus menghindari ikhtilat (campur baur antara laki dan perempuan secara bebas).

e. tambahan lagi, kita jangan sampai bekerja di sektor yang membahayakan kehormatan dan kesucian sebagai wanita. Misalnya bekerja di tempat hiburan, tempat biliard, dan lain sebagainya.

Rezeki itu di tangan Allah Swt sehingga kita tidak perlu takut dengan rezeki.. Allah-lah yang memberikan kita rezeki, bukan pekerjaan kita. Jadi, kita tak perlu takut atau khawatir tidak mendapat rezeki karena tidak bekerja. Karena sebenarnya dalam Islam, seorang muslimah yang belum menikah itu berhak mendapatkan nafkah dari ortunya sejak lahir sampai ia menikah. Setelah sudah menikah, maka barulah nafkah wanita beralih menjadi tanggung jawab suaminya. Jadi, seharusnya seorang wanita tidak perlu pusing mikirin kerja atau mencari kerja.

BEKERJA UNTUK UMAT

Islam menjaga perempuan dari upaya eksploitasi, baik tenaga maupun tubuhnya. Memang Islam tidak mengekang perempuan. Perempuan bebas berkiprah di ranah publik. Karena itu, Islam tetap mendorong kemajuan kaum perempuan tanpa mengekspolitasi sisi-sisi keperempuanannya. Mereka, misalnya, wajib menuntut ilmu sama halnya dengan kaum laki-laki. Mereka juga boleh pula mengaplikasikan ilmunya di berbagai lapangan kehidupan selama tidak membahayakan harkat dan martabatnya sebagai perempuan. Mereka bebas berkiprah di bidang apa saja yang mereka suka selama menjaga diri dan kehormatannya. Islam tidak melarang sama sekali. Hanya saja, peran utama sebagai perempuan yang kelak menjadi ibu dan pendidik anak-anak tetaplah yang paling utama.

Lantas, kalau seorang muslimah masih tetap ingin memilih berkarir, bagaimana? Memilih berkarir, boleh-boleh saja kalau memang ada peluang. Tapi kita harus selalu ingat, bekerja bagi wanita itu MUBAH, oleh karenanya ke-mubah-an itu jangan sampai mengalahkan kewajiban yang kita miliki, seperti menuntut ilmu, khususnya ilmu Islam (mengaji). Jangan sampai karena alasan bekerja, lantas kita beralasan tak memiliki waktu untuk menuntut ilmu islam dan berdakwah. Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah). (HR.Ibnu Majah)

Oleh karena itu bagi kalian semua para muslimah, calon isteri, calon ibu, para ibu dan pengemban dakwah (haml al-dakwah) untuk lebih berhati-hati dalam memilih pekerjaan dan berpikir serta mempertimbangkannya dengan sangat mendalam ketika akan terjun ke dunia kerja. Jikapun harus bekerja, ada beberapa hal yang bisa menjadi pertimbangan :

  1. Pilihlah pekerjaan yang tidak banyak menyita waktu, apalagi sampai menghabiskan waktu seharian dan ikut lembur sampai malam.
  2. Buat akad diawal bahwa kalau berbenturan dengan peran utama ukhti sebagai anak, isteri atau ibu (misalnya anak sakit, suami sakit, atau berbenturan dengan urusan domestik rumah tangga yang penting ataupun agenda dakwah) maka urusan kerja harus ditinggalkan.
  3. Aturlah waktu agar peran-peran utama dalam kehidupan (sebagai anak, istri, ibu, pengemban dakwah) dapat dilakukan sesuai dengan kewajibannya.
  4. Pilihlah pekerjaan yang dapat mengoptimalkan peran utama sebagai wanita, sebagai ibu dan pengatur rumah tangga serta sebagai pengemban dakwah. Beberapa pekerjaan yang cocok buat muslimah adalah menjadi penulis lepas, konsultan atau apapun pekerjaan yang bisa dilakukannya dari rumah sehingga ia tetap bisa memperhatikan keluarganya.

Mari sama-sama kita tanamkan pada diri bahwa pendidikan yang tinggi bagi kita merupakan salah satu bekal diri menjadi IBU yang ideal, menunaikan kewajiban perempuan yang sebenarnya, yakni perannya yang paling alami. Kenapa perlu bekal?, Karena jadi ibu itu tidak semudah atau segampang yang dibayangkan, ia bukan peran sembarangan. Jangan anggap bahwa mengasuh, membesarkan dan mendidik anak secara benar adalah suatu pekerjaan yang ecek-ecek, jadi ibu itu pekerjaan yang terhormat. Pekerjaan ini memang tidak menghasilkan uang, pastinya juga tidak membuahkan popularitas, karena ia tidak akan ditampilkan media massa. Pekerjaan menjadi ibu adalah pekerjaan yang mengemban misi suci. Karena, hanya dari ibu-ibu yang memiliki bekal yang cukup lah, yang dengan ilmunya akan mampu mencetak generasi, membangun peradaban Islami.

Sudah saatnya kita melihat perempuan dari sudut pandang berbeda. Ada sekelumit frase sejarah mengenai keberadaan perempuan yang dimuliakan oleh Islam. Sebuah gambaran nyata para perempuan di bawah Naungan Khilafah Islamiyah yang sarat dengan nilai-nilai Illahiyah. Ada nama-nama besar yang tercatat sebagai perempuan yang dimuliakan karena ketaatan mereka kepada Allah dan Rasulnya, semisal Khadijah binti Khuwalid, Fatimah Az-Zahra, Asma binti Abu Bakar, Aisyah binti Abu Bakar, Sumayyah, dan lain-lain. Yang semenjak bersentuhan dengan Islam, keseharian mereka hanya dipersembahkan demi kemuliaan Islam. Inilah pilar-pilar kebangkitan muslimah yang hakiki. Karena diatas pilar-pilar inilah, perempuan muslimah generasi sesudahnya membangun kekuatan. Dimana target perjuangan mereka tentu bukan lagi sekedar menegakkan kehidupan Islam, melainkan berupaya mempertahankan eksistensinya agar kemuliaan Islam tetap terjaga.

Dimasa Khulafaur Rasyidin, dan para khalifah sesudahnya, peran muslimah dalam kancah kehidupan demikian besar. Baik dalam aktivitas amar ma’ruf nahi munkar muhasabah lil hukam, bahkan aktifitas jihad dan futuhat. Uniknya, pada saat yang sama, merekapun bahkan berhasil mencetak generasi terbaik -generasi para mujahid dan mujtahid- yang mampu membangun peradaban Islam yang tinggi, yang mengalahkan peradaban-peradaban lainnya di dunia dalam rentang waktu yang sangat panjang. Kiprah nyata para perempuan yang dimuliakan oleh Islam, justru berhasil berada diposisi terbaik jika dibandingkan dengan perempuan-perempuan aristokrat dan modernis ala barat sepanjang sejarah.

“Sesungguhnya seorang perempuan telah datang kepada Rasulullah, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya ini utusan dari kaum perempuan untuk menemuimu. Jihad ini diwajibkan Allah kepada kaum laki-laki. Jika mereka menang, mereka mendapat pahala, dan jika mereka terbunuh, mereka masing tetap hidup di sisi Tuhan mereka, dan mendapatkan rejeki. Sedangkan kami kaum perempuan hanya membantu mereka. Lantas, apa bagian kami dalam hal ini.’ Rasulullah Saw menjawab, ‘Sampaikanlah kepada perempuan-perempuan yang kamu temui, bahwa taat kepada suami dan mengakui hak-haknya adalah sama dengan itu (jihad di jalan Allah)’.” (Lihat Sayyid Sabbiq, Fiqh Sunnah).

Walhasil, baik pria maupun wanita harus bahu-membahu dan tolong menolong dalam menegakkan kalimat Allah SWT. Inilah “karier “sejati yang harus kita ambil.

Wallahu a’lam bi al-shawab

Bnjarmasin, 23 Okt 2010

(Ann Fauziana)



http://keepfight.wordpress.com/2010/10/23/wanita-berkarier-dalam-pandangan-islam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Media Islam Online's Fan Box

Media Islam Online on Facebook